Banyak
orang yang salah faham dengan sejarah pemahaman manusia terhadap bentuk alam
semesta. Banyak yang mengira bahwa
pemahaman bumi berbentuk bulat lahir dari gagasan Galileo. Galileo yang punya
sejarah "dramatis" memang menarik perhatian dan dianggap sebagai
sebuah tonggak sejarah. Namun salahnya
banyak yang mengira pergulatan Galileo adalah pertempuran antara bumi bulat
melawan bumi datar. Sebenarnya yang
terjadi adalah pertempuran antara Geosentris melawan Heliosentris yang mana di
dalam keduanya bentuk bumi adalah bulat.
Pemahaman
manusia terhadap bumi yang berbentuk bulat dimulai sejak zaman Yunani Kuno abad
5 SM. Pengikut Pythagoras berpandangan bahwa bumi berbentuk bulat, berotasi dan
bukan sebagai pusat alam semesta. Pemahaman
ini mirip dengan Heliosentris. Sedangkan Aristoteles abad 4 SM berpandangan
bahwa bumi berbentuk bulat, diam dan dijadikan sebagai pusat alam semesta. Teori
Aristoteles melahirkan geosentris Ptolemeus abad 2 Masehi. Teori geosentris Ptolemeus lebih populer dari
pada teori pengikut Pythagoras.
Saat
itu budaya Yunani menggambarkan alam semesta sebagai dua bulatan yaitu bulatan
kecil di tengah-tengah dan bulatan besar (langit) di mana benda-benda langit
menggantung di bulatan besar tersebut. Sejak
pengikut Pythagoras berpandangan bahwa bumi berbentuk bulat, sudah tidak ada
lagi perdebatan di kalangan pelajar Yunani tentang bentuk bumi.
Bentuk bumi datar hanya ada di dalam mitologi. Perdebatan yang
mungkin masih ada saat itu adalah, pertanyaan siang dan malam terjadi karena bola
bumi berotasi atau bola langit yang berputar
Dalam
peradaban Islam abad pertengahan di jaman keemasan, semua astronom Islam pun
sepakat dengan bentuk bumi yang bulat.
Pandangan ini mengikuti Geosentris Ptolemeus sebagai kelanjutan dari
Geosentris jaman Aristoteles. Bahkan di
antara para astronom Islam banyak yang berpandangan bahwa siang dan malam terjadi akibat bumi berotasi.
Dan yang lebih hebat lagi ada beberapa astronom Islam yang mulai meragukan
geosentris dan mulai "curiga" bahwa bumi dan planet-planetlah yang
mengelilingi matahari. Namun mereka
belum punya cukup bukti untuk mengajukan teori heliosentris. Saat itu belum ada teleskop yang memadai
untuk dapat mengamati pergerakan benda-benda langit dengan lebih akurat.
Dalam
artikel "Geosentrisme" di Wikipedia juga dijelaskan bahwa
"Dikarenakan dominansi ilmiah sistem Ptolemaik dalam astronomi Islam, para
astronom Muslim menerima bulat model geosentrik"
Di
dalam buku karya Sabra, A. I. (1998). Yang berjudul "Configuring the
universe: Aporetic, problem solving, and kinematic modeling as themes of Arabic
astronomy". Chapter 6
"Perspectives on Science"
disebutkan bahwa "Semua astronom Islam dari Thabit ibn Qurra pada
abad ke-9 sampai Ibn al-Shatir pada abad ke-14, dan semua filsuf alamiah dari
al-Kindi sampai Averroes dan seterusnya, diketahui telah menerima ... gambaran
dunia menurut budaya Yunani yang terdiri dari dua bulatan, di mana salah
satunya, bulatan selestial secara bulat
membungkus yang lain."
Memasuki
jaman kemajuan di Eropa pemahaman heliosentris mulai tumbuh. Model heliosentris
diajukan oleh Copernicus. Dengan
penemuan teleskop pada tahun 1609, Galileo mulai melakukan pengamatan terhadap
pergerakan benda langit. Galileo
menemukan fakta bahwa ternyata ada benda langit yang tidak mengelilingi bumi
yaitu beberapa satelit yang mengelilingi planet Jupiter. Berangkat dari sinilah Galileo mendukung
heliosentris Copernicus.
Di
dalam heliosentris matahari dijadikan sebagai pusat, bumi dan planet-planet mengitarinya. Konsep
ini lebih diperjelas dalam hukum kepler.
Dari sinilah muncul pertempuran Galileo dengan heliosentrisnya melawan
geosentris yang saat itu sudah mapan bahkan dijadikan sebagai dogma.
Hanya
satu hal yang belum bisa dijelaskan Galileo karena keterbatasan teleskopnya
yaitu paralaks bintang. Harusnya jika
bumi berpindah posisi maka akan terdapat paralaks bintang. Karena jarak bintang
yang sangat jauh, sudut paralaks ini sangat kecil sehingga tidak bisa diukur
dengan teleskop Galileo. Orang pertama
yang berhasil mengukur sudut paralaks bintang adalah FW Bessel tahun 1838. Bessel berhasil mengukur sudut bintang 61
Cygni sebesar 0,28 detik busur atau sekitar 3,57 parsec. Selanjutnya seiring dengan kemajuan teknologi
semakin banyak orang yang bisa mengukur paralaks bintang, misalnya bintang Alpha centauri yang merupakan
bintang terdekat dengan bumi memiliki sudut paralaks 0,77 detik.
Seiring
dengan kemajuan sains dan teknologi bukti heliosentris semakin kuat. Pada
akhirnya manusia saat ini secara umum sudah menerima konsep heliosentris. Namun tentu konsepnya agak berbeda dengan
awal kelahirannya. Saat ini matahari
hanya dijadikan sebagai pusat tata surya, sementara matahari dan anggota tata
surya lainnya bergerak mengelilingi pusat galaksi bima sakti.
Dengan
demikian
dalam konsep heliosentris, bumi memiliki dua pergerakan utama yaitu
gerak rotasi pada sumbunya dan gerak
revolusi mengelilingi matahari (sebenarnya ada gerak lain yang tidak
dijelaskan di sini). Kedua pergerakan ini bisa dibuktikan melalui
pengamatan langsung yaitu gejala yang terjadi di alam dan melalui
pembuktian
secara empiris yaitu dengan percobaan ilmiah maupun melalui pengukuran.
Pembuktian
adanya rotasi bumi bisa dilakukan dengan
mengamati secara langsung gejalanya antara lain, terjadinya siang dan malam,
gerak semu harian matahari, bintang dan bulan, terjadinya perbedaan waktu di
bumi, dan perubahan arah angin pasat.
Sedangkan revolusi bumi mengelilingi matahari menghasilkan gejala yang
bisa diamati langsung antara lain, terjadinya perubahan musim, berubahnya
posisi matahari kadang di sebelah utara kadang di selatan, perubahan lamanya
siang dan malam di belahan bumi utara dan selatan, berubahnya rasi bintang di
langit, bergesernya waktu kulminasi matahari setiap hari di tempat yang
memiliki posisi bujur yang sama.
Sedangkan pembuktian secara empiris
mudah-mudahan pada pembahasan berikutnya bisa saya sampaikan.
Untuk
lebih meyakinkan sahabat, bahwa apa yang saya sampaikan bukan hanya sekedar
opini, saya menerjermahkan sedikit artikel dari Wikipedia berbahasa
inggris. Judul artikelnya “Earth'srotation”. Saya hanya menerjemahkan sub
judul “History” saja dengan terjemahan bebas menurut pemahaman saya. Silakan lihat sendiri artikel lengkapnya di
Wikipedia. Menurut saya artikel ini
cukup berbobot karena secara lengkap menyertakan referensinya. Saya sertakan juga referensinya dengan tanda
[nomer]. Artikel yang saya terjemahkan
menceritakan secara singkat sejarah manusia dalam memahami rotasi bumi. Sebagai bahan tambahan silakan lihat juga
artikel “Geosentrisme” di Wikipedia, artikel tersebut berbahasa Indonesia.
Silakan
baca artikel terjemahan bebas berikut,
Pada
zaman Yunani kuno, beberapa sekolah penganut faham Pythagoras lebih percaya
pada rotasi bumi daripada pergerakan harian langit. Yang pertama
mengemukakannya adalah Philolaus (470-385 SM), sistem yang dijelaskannya cukup
rumit, meliputi rotasi harian bumi terhadap suatu titik api.[1]
Sebuah
gambaran yang lebih sederhana diajukan
dan didukung oleh Hicetas, Heraclides dan Ecphantus di abad 4 SM yang
menganggap bahwa bumi berotasi tetapi
tidak berevolusi terhadap matahari. Abad 3 SM, Aristarchus dari Samos
menyarankan matahari dijadikan sebagai pusat alam semesta.
Namun,
Aristoteles pada abad 4 SM mengkritik ide-ide dari Philolaus karena lebih
berbasis pada teori daripada pengamatan. Ia mengajukan gagasan berdasarkan pada
pengamatan bahwa bintanglah yang
berputar terhadap bumi.[2] Ini
diterima oleh sebagian besar dari mereka yang datang setelahnya, khususnya
Claudius Ptolemy abad ke-2 M, yang mengira bumi akan hancur oleh angin kencang
jika berputar.[3]
Pada
499 Masehi, astronom India Aryabhata menulis bahwa bumi berbentuk bulat dan berputar
pada porosnya setiap hari, dan bahwa gerakan nyata dari bintang adalah gerakan
relatif yang disebabkan oleh rotasi Bumi. Dia mengajukan analogi seperti ini:
"Sama seperti seseorang di sebuah perahu yang bergerak pada satu arah
tertentu akan melihat benda-benda yang diam seolah bergerak ke arah yang berlawanan, dengan cara
yang sama seseorang akan melihat bintang tampaknya akan bergerak ke arah barat.
"[4] [5]
Pada
abad ke-10 Masehi, beberapa astronom Muslim berpandangan bahwa Bumi berputar
pada sumbunya.[6] Antara lain al-Biruni, Abu Sa'id al-Sijzi (Sekitar tahun 1020
M) menemukan sebuah astrolabe (sebuah instrument astronomi) yang disebut al-zuraqi didasarkan pada gagasan yang diyakini oleh
beberapa orang sezamannya bahwa gerakan yang kita lihat adalah akibat gerakan rotasi bumi dan bukan gerakan
langit [7] [8].
Kelaziman
pandangan ini dilestarikan lebih lanjut sampai abad ke-13 yang menyatakan bumi
berada dalam gerak rotasi yang konstan, dan apa yang tampaknya menjadi gerakan
langit sebenarnya terjadi karena gerakan bumi dan bukan gerakan bintang.[7]
Risalah ditulis untuk membahas kemungkinan-nya, baik sebagai bantahan-bantahan
atau mengekspresikan keraguan tentang argumen Ptolemy sebagai
penentangnya.[9] Di Maragha dan
Samarkand observatorium, rotasi bumi telah dibahas oleh Tusi dan (1403 M.)
Qushji ( 1201 M); argumen dan bukti yang mereka gunakan mirip dengan yang
digunakan oleh Copernicus untuk mendukung gerakan bumi. [10]
Di
Eropa abad pertengahan, Thomas Aquinas menerima pandangan Aristoteles [11] dan
begitu juga dengan John Buridan [12] dan Nicole Oresme [13] pada abad 14 M.
Nicolaus Copernicus pada tahun 1543 mengadopsi sistem alam semesta heliosentris
dan bumi tentu secara mutlak melakukan rotasi. Copernicus
mengatakan bahwa jika gerakan bumi adalah begitu hebatnya, maka pergerakan
bintang-bintang harus amat sangat jauh. Ia mengakui kontribusi Pythagorean dan
menunjuk contoh gerakan relatif. Untuk Copernicus ini merupakan langkah pertama
dalam membangun pola sederhana dari sistem planet mengelilingi matahari sebagai
pusat. [14]
Tycho
Brahe, menghasilkan pengamatan sangat akurat yang mana digunakan oleh Kepler
untuk mengajukan tiga hukum gerak planet, yang digunakan dalam karya Copernicus
sebagai dasar dari sistem yang mengasumsikan bumi stasioner. Pada 1600M,
William Gilbert sangat mendukung rotasi bumi di risalahnya "De Magnete"[15] dan dengan
demikian mempengaruhi banyak orang sezamannya.[16] Orang-orang seperti Gilbert yang tidak secara
terbuka mendukung atau menolak revolusi bumi terhadap matahari sering disebut
"semi-Copernicans".[17] Satu abad setelah Copernicus, Riccioli
membantah model bumi berotasi karena kurangnya defleksi arah timur yang dialami
oleh benda jatuh bebas[18] defleksi tersebut kemudian disebut efek Coriolis.
Namun, kontribusi dari Kepler, Galileo dan Newton menambah dukungan bagi teori
rotasi bumi.
Referensi
3.
Ptolemy. Almagest Book I,
Chapter 8.
6.
Alessandro Bausani (1973).
"Cosmology and Religion in Islam". Scientia/Rivista di Scienza. 108
(67): 762.
8.
Nasr, Seyyed Hossein
(1993-01-01). An Introduction to Islamic Cosmological Doctrines. SUNY Press.
p. 135. ISBN 9781438414195.
11.
Aquinas, Thomas. Commentaria
in libros Aristotelis De caelo et Mundo. Lib II, cap XIV. trans in Grant, Edward, ed. (1974). A Source Book in
Medieval Science. Harvard University Press. pages 496-500
12.
Buridan, John (1942).
Quaestiones super libris quattuo De Caelo et mundo. pp. 226–232. in Grant 1974,
pp. 500–503
13.
Oresme, Nicole. Le livre du ciel et du
monde. pp. 519–539.
in Grant 1974,
pp. 503–510
14.
Copernicus, Nicolas. On the
Revolutions of the Heavenly Spheres. Book I, Chap 5-8.
Sumber Blog FISIKA DI SEKITAR KITA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar