Teknik menentukan masuknya waktu shalat ternyata tidak
serumit yang kita bayangkan. Teknik ini
biasa digunakan oleh badan rukyat hisab untuk menentukan waktu shalat sebagai
pedoman bagi umat. Pada dasarnya untuk
menentukan masuknya waktu shalat dengan dua cara yaitu rukyat dan hisab. Rukyat artinya melihat langsung gejala alam
dalam hal ini adalah ketinggian matahari sebagai penentu masuknya waktu
shalat. Sedangkan hisab artinya
memperkirakan ketinggian matahari dengan hitungan menggunakan rumus-rumus
astronomi.
Menentukan masuknya waktu shalat
secara rukyat bukanlah hal yang mudah.
Setiap saat hendak melakukan shalat kita harus melihat langsung posisi
matahari. Tentu ini sangat merepotkan,
apalagi jika kondisi cuaca sedang mendung.
Untuk itu digunakanlah teknik hisab agar setiap hendak shalat kita tidak
perlu melihat langsung matahari tapi cukup melihat tabel waktu shalat yang
sudah ditetapkan secara resmi oleh badan rukyat hisab negara.
Langkah-langkah umum yang biasa
dilakukan untuk menentukan masuknya waktu shalat dengan menggunakan hisab
adalah sebagai berikut,
- Menetapkan
kriteria awal waktu shalat dengan dasar ketinggian matahari
- Melakukan
koreksi ketinggian matahari bila diperlukan
- Menghitung
sudut waktu matahari dari data ketinggian matahari dan mengubahnya menjadi
waktu pertengahan.
- Mengubah
waktu pertengahan ke waktu hakiki
- Menginterpolasi
waktu hakiki ke waktu lokal
- Menambahkan
ihtiyat.
Pada
pembahasan kali ini saya mencoba menjelaskan langkah-langkah tersebut. Saya mengambil contoh waktu shalat di Jakarta
pada tanggal 2 Desember 2016 atau disingkat 212. Beberapa tabel saya buat menggunakan Excel
dengan rumus-rumus yang saya cantumkan.
I
Menetapkan kriteria awal waktu shalat
Ketinggian matahari bagi pengamat di
bumi adalah sudut yang dibentuk oleh bidang datar tempat pengamat berada dengan
matahari. Tinggi matahari dilambangkan
dengan huruf h. Untuk lebih jelasnya
lihat gambar berikut.
Awal waktu shalat ditentukan oleh
ketinggian matahari. Kriteria ketinggian
matahari pada awal shalat lima waktu adalah sebagai berikut.
Waktu
Shubuh
Menurut
hadits waktu shubuh adalah sejak terbit fajar shidiq sampai terbitnya matahari.
Di dalam Al-Quran secara tak langsung disebutkan sejak meredupnya
bintang-bintang (Q.S. 50:40). Badan
Hisab dan Ru'yat Departemen Agama RI menetapkan ketinggian matahari waktu subuh
adalah 110o di sebelah ufuk timur atau -20 o.
Waktu
Dzuhur
Awal
waktu dzuhur dirumuskan sejak seluruh lingkaran matahari meninggalkan meridian
(garis bujur tempat di mana kita berada), biasanya ditambah sekitar 2 menit.
Waktu
Ashar
Waktu Ashar ialah ketika bayangan
suatu benda sama dengan panjang bendanya ditambah dengan bayangan benda pada
waktu dzuhur. Badan Hisab dan Ru’yat Departemen Agama RI menggunakan rumusan :
panjang bayangan waktu asar = bayangan waktu dzhuhur + tinggi bendanya; tan(za)
= tan (zd) + 1
Waktu
Maghrib dan terbit
Waktu
maghrib berarti saat terbenamnya matahari. Matahari terbit atau berbenam didefinisikan
saat ketinggian matahari berada -1o dari ufuk barat saat terbenam
atau dari ufuk timur saat terbit.
Waktu
Isya’
Waktu isya ditandai dengan mulai memudarnya
cahaya merah di ufuk barat. Pada saat
demikian matahari berada di bawah ufuk barat 18o.
II
Melakukan koreksi ketinggian matahari bila diperlukan
Ada tiga hal yang perlu dilakukan
koreksi.
Ketinggian
Tempat
Ketinggian
tempat dari permukaan air laut mempengaruhi langsung kerendahan ufuk. Ikhtilaful ufuk adalah perbedaan kerendahan
ufuk sebenarnya (ufuk hakiki) dengan ufuk yang terlihat oleh seorang pengamat (ufuk mar’i) karena ketinggian
tempat pengamat. Dalam astronomi ini disebut dip. Dip dirumuskan dengan
dip = 1,76’ √tinggi tempat dari permukaan laut (meter).
Misal
suatu tempat memiliki ketinggian 100 m dpl.
Maka sudut dipnya adalah 1,76’ x √100 = 17,6’ atau 0,29o.
Satuan
sudut adalah derajat (o), menit (‘) dan detik (“). 1 derajat = 60 menit dan 1 menit = 60
detik. Misalnya sudut dinyatakan dalam 6o
30’ (6 derajat 30 menit) bisa kita ubah menjadi 6,5o.
Untuk
daerah yang tidak terlalu tinggi nilai dip ini tidak memiliki pengaruh yang
berarti terhadap ketinggian
matahari. Namun untuk daerah
pegunungan, sebaiknya nilai dip ini
diperhitungkan sebagai faktor koreksi terutama untuk waktu maghrib.
Refraksi
Refraksi
atau pembiasan adalah pembelokan arah cahaya akibat cahaya melewati medium yang
berbeda kerapatan. Refraksi dapat mempengaruhi
pengamatan terhadap ketinggian matahari.
Harga refraksi terbesar terjadi ketika matahari sedang terbenam yaitu
34’ 30” atau sekitar 0,6 derajat.
Harga refraksi ini dapat diperoleh
dengan pendekatan rumus:
Refraksi=
0,0695 : tan (h+10,3:(h+5,1255))
Dengan h adalah ketinggian matahari
Harga
refraksi juga dapat dilihat pada daftar lampiran Almanak Nautika atau lampiran
Ephimeris Hisab Rukyat.
Semi
Diameter
Semi
diameter adalah piringan setengah lingkaran matahari pada saat hendak
terbenam. Semi diameter sebaiknya
diperhitungkan saat menentukan waktu maghrib karena ketinggian matahari diukur
terhadap pusat lingkaran matahari jadi sisa separuh lingkarannya belum
diperhitungkan. Artinya setengah
lingkaran ini harus benar-benar sudah terbenam.
Nilai semi diameter ini adalah 15’ 47”.
III
Menghitung sudut waktu matahari
Bujur
Garis
bujur adalah garis-garis khayal pada bola bumi yang membujur dari kutub utara
bumi ke kutub selatan bumi mengikuti lengkungan bumi. Jumlah garis bujur adalah tak berhingga.
Jarak antar garis bujur dinyatakan dalam derajat. Garis bujur 0 adalah garis bujur yang melalui
kota Greenwich. Di sebalah timur kota
Greenwich dinyatakan sebagai Bujur Timur yang besarnya dari 0 – 180 derajat BT,
sedangkan di sebelah baratnya dinyatakan sebagai bujur barat besarnya 0-180
derajat BB. Perbedaan waktu di setiap
tempat di bumi ditandai dengan perbedaan bujur letak tempat tersebut. Setiap perbedaan 15 derajat berarti berbeda 1
jam. Biasanya dalam notasi matematika
bujur di lambangkan dengan ƛ (lambda).
Lintang
Garis
lintang
adalah garis-garis khayal pada bola bumi yang melintang seolah-olah
memotong-motong bola bumi seperti kita memotong kentang tipis-tipis.
Garis lintang 0 adalah garis katulistiwa. Di sebelah utara katulistiwa
disebut lintang
utara besarnya 0 – 90 derajat LU, sedangkan di sebelah selatan disebut
lintang
selatan besarnya 0 – 90 derajat LS.
Dalam notasi matematika lintang dilambangkan dengan Ф.
Di dalam rumus biasanya untuk lintang selatan bertanda negatif dan
lintang utara positif.
Perpaduan
atau pertemuan garis bujur dan garis lintang di permukaan bola bumi menyatakan
letak suatu koordinat atau suatu tempat di bumi. Misalnya Jakarta pusat memiliki
koordinat 6o 12’ LS 106o
50’ BT, artinya Jakarta pusat berada di sebelah selatan katulistiwa sebesar 6
derajat 12 menit dan di sebelah timur kota Greenwich sebesar 106 derajat 50
menit.
Deklinasi
Matahari
Deklinasi
matahari adalah sudut yang dibentuk oleh matahari dengan bidang katulistiwa
akibat bergesernya posisi matahari dari katulistiwa ke sebelah utara atau
selatan secara periodik dalam waktu 365 hari atau 1 tahun. Deklinasi disebabkan oleh miringnya sumbu
rotasi bumi sebesar 23,5 derajat terhadap bidang edar revolusinya.
Deklinasi dilambangkan dengan δ. Periode deklinasi matahari
digambarkan dalam grafik berikut.
Rumus untuk menentukan besarnya sudut
deklinasi adalah
Dengan
N adalah bilangan hari yang dihitung dari tanggal 1 Januari. Misalnya pada
tanggal 2 Desember 2016 (212) berarti N=337.
Dengan menggunakan rumus tersebut, sudut deklinasi yang terjadi pada 212
adalah -22,32526 derajat atau – 22o
19’ 31”. Sudut deklinasi bernilai
positif jika matahari di sebelah utara katulistiwa dan bernilai negatif jika
matahari di sebelah selatan katulistiwa.
Sudut waktu matahari
Sudut
waktu matahari atau dalam Bahasa inggris disebut hour angle adalah sudut yang dibentuk oleh bidang bujur di mana
posisi kita berada dengan bidang bujur di mana matahari berada. Misalkan saat ini kita berada di Jakarta
dengan bujur 106 derajat, jika posisi matahari saat ini tepat berada di atas
bujur 80 derajat, berarti sudut waktu matahari bagi kita adalah 26 derajat. Sudut waktu dilambangkan dengan t.
Mari kita mencoba menghitung sudut waktu
matahari pada 212 di Jakarta untuk awal masuknya waktu ashar. Data astronomi 212 saat awal ashar adalah
sebagai berikut,
δ = -22,32526 derajat
Ф = - 6,2
derajat (LS bertanda -)
Kriteria
tinggi matahari saat awal ashar adalah jika panjang bayangan sama dengan tinggi
benda ditambah panjang bayangan saat
dhuhur. Dengan demikian tinggi matahari
saat ashar tidaklah tetap bergantung sudut deklinasi matahari. Rumus untuk
menghitung tinggi matahari saat ashar adalah,
Dengan
menggunakan rumus tersebut maka ketinggian matahari saat awal ashar adalah
h=37,77856 derajat
Sedangkan rumus untuk menghitung sudut
waktu matahari adalah
Dengan menggunakan rumus
tersebut kita dapatkan sudut waktu matahari sebesar t = 51,61937 derajat. Sudut
waktu matahari harus diubah ke bentuk waktu dengan cara membagi 15 dalam satuan
jam, atau dikali 4 dalam satuan menit. Setelah
kita ubah dalam satuan waktu menjadi 3 jam 26 menit 28 detik. Ini adalah waktu selepas jam 12:00 dalam
waktu pertengahan, sehingga saat itu menunjukkan pukul 15:26:28 pada waktu pertengahan (mean time). Apa yang dimaksud dengan waktu pertengahan
akan kita bahas selanjutnya.
IV
Mengubah Waktu pertengahan ke waktu hakiki
Equation
of time (perata waktu e)
Satu hari bagi manusia di bumi
adalah waktu yang diperlukan suatu lokasi menghadap arah yang sama kembali
terhadap matahari. Lamanya satu hari
bagi manusia di bumi adalah 24 jam. Ini
berbeda dengan konsep satu hari sidereal di mana bumi melakukan rotasi sebesar
360 derajat. Waktu yang diperlukan bumi
berotasi 360 derajat adalah 23 jam 56 menit 4,09054 detik. Perbedaan ini
terjadi karena bumi juga melakukan revolusi terhadap matahari.
Perhatikan
gambar berikut
Satu
hari sidereal adalah ketika titik A kembali ke titik A’ akibat rotasi bumi 360
derajat. Sedangkan satu hari bagi
manusia di bumi adalah ketika titik A kembali ke titik A”.
Sekarang
mari kita anggap di titik A dan garis bujur yang melalui titik A sedang tepat
jam 12:00. Saat itu berarti matahari
sedang berkulminasi di titik A dan di bujur yang melalui titik A. Setelah bumi melakukan rotasi dan revolusi
selama 24 jam maka bumi akan berpindah dari titik B ke titik C karena revolusi dan
akibat rotasi titik A menjadi titik A”.
Pada saat itu waktu di titik A” adalah sama dengan di A yaitu tepat jam
12:00.
Jika
kita asumsikan lintasan revolusi bumi berbentuk lingkaran sempurna maka setelah
berotasi dan berevolusi selama 24 jam titik A selalu menunjukkan pukul 12:00, dan panjang lintasan B-C selalu sama dari
hari ke hari. Namun pada kenyataannya
lintasan revolusi bumi berbentuk ellips dan matahari berada pada salah satu
titik fokusnya. Akibat lintasan bumi
mengelilingi matahari yang berbentuk ellips maka kecepatan bumi mengelilingi
matahari berubah-ubah sesuai dengan hukum keppler. Akibatnya panjang lintasan B-C akan selalu
berubah dari hari ke hari dan setelah bumi berotasi 24 jam titik A tidak selalu
menunjukkan pukul 12:00, terkadang kurang dan terkadang lebih.
Untuk
memudahkan perhitungan dibuatlah waktu pertengahan (mean time) di mana titik A
selalu menunjukkan pukul 12:00 setelah berotasi 24 jam. Waktu pertengahan ini mengasumsikan bahwa
bumi mengelilingi matahari dalam lintasan lingkaran sempurna dan matahari
terletak di pusat lingkaran.
Perbedaan waktu di titik A yang
sebenarnya (waktu hakiki) dengan waktu pertengahan yaitu pukul 12:00 disebut
dengan Equation of time atau perata waktu dilambangkan dengan huruf e
kecil. Jika e bernilai positif berarti kulminasi
di titik A terjadi sebelum jam 12:00, sedangkan bila bernilai negatif berarti kulminasi
di titik A terjadi sesudah jam 12:00.
Variasi nilai perata waktu ini mengalami periodisasi selama 1 tahun dan
memiliki grafik seperti berikut ini,
Nilai
equation of time dapat dicari dengan rumus sebagai berikut
Dengan
N adalah bilangan hari yang dihitung dari tanggal 1 januari. Misalkan pada 212 berarti N=337 dan jika
dimasukan ke rumus akan mendapat x = 331,1777 derajat. Jika nilai x dimasukan ke dalam rumus e
didapatkan nilai e= 9,709825974 menit, atau
9 menit 42 detik. Ini berarti waktu
sebenarnya harus dikurangi nilai e.
Rumus untuk mendapatkan
waktu hakiki adalah
Waktu
hakiki = waktu pertengahan – equation of time
Jadi awal waktu ashar 212
yang kita dapatkan sebelumnya 15:26:28 harus
dikurangi equation of time menjadi 15:16:46.
V
Menginterpolasi waktu hakiki ke waktu lokal
Waktu
yang kita dapatkan di atas adalah waktu yang berlaku pada bujur wilayah yaitu
bujur dengan angka 0, 15, 30, 45, 60, 75, 90, 105, 120, 135 dst. Untuk wilayah Indonesia bagian barat berlaku
WIB di bujur 105. Jadi untuk bujur di
sekitarnya harus diinterpolasi dengan rumus,
Jakarta
pusat memiliki koordinat pada bujur 106o 50’ atau 106.83
derajat. Jika kita masukan ke rumus
untuk bujur wilayah 105 kita dapatkan angka 7 menit 20 detik. Karena posisi Jakarta di sebelah timur bujur
105 o berarti waktu yang kita dapatkan sebelumnya harus dikurangi
nilai interpolasi. Waktu ashar 212
menjadi 15:09:26.
VI
Menambahkan Ikhtiyath
Penambahan
ikhtiyath atau waktu pengaman diperlukan untuk lebih meyakinkan bahwa awal waktu
shalat benar-benar sudah masuk. Dan juga
sekaligus untuk menghindari waktu shalat yang dilarang, misalnya saat matarahi
tepat sedang terbenam. Penambahan waktu
pengaman juga agar waktu yang didapat bisa dipergunakan untuk wilayah
sekitarnya. Makanya kita sering
mendengar atau membaca waktu shalat untuk wilayah Jakarta dan sekitarnya. Penambahan ikhtiyaht sebesar 2 menit berlaku
untuk semua waktu shalat, kecuali terbit matahari harus dikurangi 2 menit.
Dengan
memasukan ikhtiyath, awal waktu shalat
ashar di Jakarta pada 212 adalah 15:11:26
WIB. Inilah awal waktu shalat
ashar yang sebenarnya di Jakarta pada 212.
Nah sampai di sini semoga
sahabat sudah bisa memahami teknik menentukan awal waktu shalat.
Lima
Waktu Shalat Pada 212 di Jakarta
Sekarang saya tunjukan hasil
perhitungan untuk lima waktu shalat dan terbit matahari pada 212
di Jakarta. Pada perhitungan ini saya
tidak memperhitungkan faktor koreksi.
Khusus waktu maghrib ketinggian matahari adalah -1 derajat yang mungkin
sebenarnya sudah memperhitungkan refraksi dan semi diameter.
Dari kriteria masuknya awal waktu shalat
berdasarkan ketinggian matahari kita dapatkan tabel sudut waktu matahari
sebagai berikut,
Tabel waktu yang
menunjukan waktu pertengahan adalah sebagai berikut,
Diubah ke waktu
hakiki dengan cara dikurangi equation of time sebesar 9 menit 42 detik menjadi,
Selanjutnya
diinterpolasi untuk bujur Jakarta 106o 50’ dengan pengurangan
sebesar 7 menit 20 detik menjadi,
Dan terakhir
ditambahkan ihtiyat sebesar 2 menit untuk semua waktu shalat dan dikurangi 2
menit untuk waktu terbit matahari.
Nah itulah lima
awal waktu shalat di Jakarta pada 212.
Membuktikan bumi bulat
Jadwal
waktu shalat yang dibuat oleh badan-badan resmi atau ormas atau perorangan di
suatu negara adalah hasil dari hisab yang berdasarkan pada rumus-rumus yang
sudah dijelaskan di atas. Rumus-rumus
tersebut memasukan parameter atau variable berdasarkan pada bentuk bumi yang
bulat ditandai dengan adanya variabel lintang dan bujur, berotasi dan
berevolusi terhadap matahari dalam lintasan ellips ditandai dengan sudut
deklinasi dan equation of time. Rumus
tersebut juga memasukan asumsi bahwa jarak matahari adalah sangat jauh sehingga
cahaya yang sampai ke bumi dianggap sejajar.
Bagi
sahabat dan saudara saya sesama muslim yang masih mempercayai bumi berbentuk
datar tentu harus mempertimbangkan kembali jadwal shalat yang ada selama ini. Atau sebaiknya lakukan saja hisab sendiri
dengan asumsi bumi berbentuk datar, atau kalau belum mampu sebaiknya lakukan
rukyatusyam sendiri setiap hendak shalat, itupun jika tidak mendung. Tentu menjadi aneh bila sahabat tidak percaya
dengan bumi bulat tetapi waktu shalat masih
berdasar bumi bulat. Padahal syarat
sahnya shalat adalah mengetahui masuknya waktu shalat.
Rumus-rumus
yang sudah dijelaskan di atas berlaku umum di seluruh permukaan bumi. Terbukti waktu shalat yang sudah dibuat
dengan rumus-rumus tersebut sangat akurat dan sampai saat ini tidak ada umat
yang keberatan. Bahkan rumus-rumus ini
dapat digunakan untuk membuktikan bahwa bumi berbentuk bulat.
Bila
sahabat masih belum yakin bahwa bumi berbentuk bulat silakan sahabat gunakan
rumus tersebut. Silakan ikuti
langkah-langkah berikut ini,
- Ukur ketinggian matahari
di suatu tempat yang sudah diketahui lintang dan bujurnya pada tanggal tertentu
dan jam tertentu misalnya jam 2 siang.
- Sebaiknya dilakukan di
tempat yang tidak terlalu tinggi dari permukaan air laut. Atau bila tempatnya tinggi dari permukaan air
laut, gunakan rumus koreksi ketinggian tempat.
- Mengukur ketinggian
matahari cukup dengan bayangan tongkat. Lalu gunakan rumus tangen, pastikan
permukaan tanah untuk menancapkan tongkat adalah datar (gunakan waterpass atau
selang air seperti tukang bangunan)
- Dengan data ketinggian
matahari yang sudah didapatkan gunakan rumus-rumus tersebut di atas untuk
menghitung jam berapa saat itu.
- Buktikan hasilnya apa
benar saat itu jam 2 siang
- Silakan
sahabat buktikan. Bila hasilnya meleset
monggo silakan tidak percaya jika bumi berbentuk bulat.
Pengakuan Percobaan Jarak matahari versi bumi datar
Saya
menemukan pengakuan percobaan mengukur jarak matahari di komunitas bumi
datar. Percobaan ini sangat sederhana
yaitu mengukur panjang bayangan tongkat di kota Surabaya saat terjadi kulminasi
matahari di tugu Pontianak. Saat terjadi
kulminasi di kota Pontianak berarti deklinasi matahari adalah nol karena
Pontianak berada di Katulistiwa.
Penggemar
bumi datar mengaku melakukan percobaan mengukur bayangan tongkat setinggi 117
cm dengan hasil panjang bayangan 22,9 cm.
Jarak Pontianak dengan Surabaya adalah sekitar 900 km. Karena bumi dianggap datar maka dengan rumus
trigonometri atau rumus segitiga sebangun diperoleh jarak matahari dengan bumi
sekitar 4600 km. Dengan rumus segitiga
sebangun jarak matahari = 117*900/22,9 km.
Jika
kita hitung ketinggian matahari yang didapatkan pada percobaan itu dengan rumus tangen.
Tan
(h) = 117/22,9 hasilnya h = 78,9 derajat.
Jadi
menurut percobaan ini ketinggian matahari di Surabaya saat matahari
berkulminasi di kota Pontianak adalah 78,9 derajat.
Sekarang
mari kita gunakan rumus-rumus untuk menentukan waktu shalat di atas, benarkah
ketinggian matahari saat itu adalah 78,9 derajat?
Data
astronomi
Pontianak
0o
02’ 24” LU - 0 o 01’ 37” LS
109
o 16’ 25” - 109 o 23’ 04” BT
Surabaya
7o
16’ - 7 o 26’ LS
112
o 43’ - 112 o 71’ BT
Saat
terjadi kulminasi di tugu Pontianak berarti sudut deklinasi adalah nol, δ = 0.
Sudut waktu matahari di kota Surabaya saat kulminasi di Pontianak adalah
sebesar perbedaan bujur Pontianak dan Surabaya yaitu sekitar 3o 27’
(3 derajat 27 menit) atau t = 3,45 derajat.
Dengan menggunakan rumus sudut waktu, untuk δ = 0
(tan 0 = 0, dan cos 0 =1, Ф = lintang Surabaya) kita dapatkan,
cos t = sin h / cos Ф
sin h = cos t * cos Ф
h
= arcsin (cos t * cos Ф)
h = arcsin (cos 3.45 * cos (-7,36))
h = arcsin (0.99)
h = 81,9 derajat.
Perhatikan
ada perbedaan hasil yang sangat signifikan sekitar 3 derajat. Ini benar-benar sangat fatal, jika
menggunakan rumus tersebut panjang bayangan tongkat seharusnya adalah sekitar
16,7 cm. (panjang bayangan = 117/Tan(81.9)).
Ada perbedaan hasil 6,2 cm. Angka ini sangat besar bagi ketelitian dalam
suatu percobaan. Kemungkinan sangat kecil terjadi bila percobaan dilakukan
dengan benar. Inilah percobaan kesekian
dari penggemar bumi datar yang sangat-sangat tidak ilmiah. Silakan sahabat tanyakan kepada pelaku
percobaan mengapa hasilnya bisa seperti itu.
Jika
kita menggunakan angka 16,7 cm untuk menghitung jarak matahari pada versi bumi
datar kita dapatkan 6300 km (900 km * 22,7/16,7). Hasilnya membantah sendiri teori jarak
matahari yang tidak lebih dari 5000 km.
Rumus
sudut waktu (t) digunakan untuk
menghisab awal waktu shalat, jika rumus tersebut salah berarti waktu shalat
kita juga salah. Mau dibuktikan…. Monggo.
Puluhan
hingga ratusan juta manusia cerdas ada di dunia ini. Kesalahan dalam sains baik disengaja maupun
tidak disengaja akan sangat cepat diketahui dan dikoreksi. Jadi lupakanlah teori “kebohongan sains
dilakukan elit global”. Itu hanya teori aneh
yang sangat menghina manusia-manusia cerdas di dunia ini.
Jika
kita faham hadist mutawatir maka kita bisa berfikir tidak mungkin kebohongan
kompak dilakukan oleh puluhan hingga ratusan juta manusia di seluruh dunia
dengan latar belakang yang berbeda-beda.
Jadi berfikirlah dengan bijaksana.
Sumber Blog FISIKA DI SEKITAR KITA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar